oleh : Hidayatullah, Gunawan, Kooswardhono Mudikdjo1, dan Erliza, N.2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Jl. Irian Km 615 Bengkulu 38119Insitut Pertanian Bogor, Jl. Raya Padjadjaran Bogor
ABSTRACT
Development
activities should take into account the environment capacity and
quality. Dairy farm business with scale more than 20 cattle’s and
located in same place tends to pollute environment, but better waste
management applied will give an aditional benefit to the environment.
Dairy farm system applying cleaner production was an alternative in
minimizing cattle waste. This study aimed to evaluate the benefit of
dairy farm system life cycle applying cleaner production and how much
the pollutant concentration in liquid waste could be minimized. Data
collected were life cycle process of dairy farm system, waste management
system and characteristics of liquid waste of dairy farm. Water samples
collected three times from liquid waste tanks were analyzed in
Chemistry Laboratory Faculty of Mathematics and Life Sciences,
University of Sebelas Maret, Solo. The results were compared to the
quality standard of liquid waste. The result showed that integrated
farming system applying cleaner production as able to increase
additional benefit for the farming system (B/C Ratio > 1) and reduced
the liquid waste discharged to the environment. The result, of water
quality were (pH = 7.25; Total Dissolved Suspension (TDS) = 804 mg/L;
Total Solid Suspension (TSS) =356 mg/L; Chemistry Oxigen Demand (COD) =
48 mg/L; Biology Oxigen Demand (BOD) = 240 mg/L; Nitrite = 0.06 mg/L;
Nitrate = 0.09 mg/L; NH3-N = 0.39 mg/L; H2S = 0.54 mg/L). These
concentrations were still below the maximum quality standard allowed.
ABSTRAK
Kegiatan
pembangunan peternakan perlu memperhatikan daya dukung dan kualitas
lingkungan. Usaha peternakan sapi perah dengan skala usaha lebih dari 20
ekor dan relatif terlokalisasi akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan. Pencemaran ini disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum
dilakukan dengan baik, tetapi kalau dikelola dengan baik, limbah
tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di
sekitarnya. Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimisasi
limbah ternak. Penelitian tentang Pengelolaan Limbah Cair Sapi Perah
Melalui Penerapan Produksi Bersih ini telah dilakukan di CV. Lembah
Hijau Multifarm (LHM) Solo, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan limbah padat dan cair sapi perah
melalui penerapan produksi bersih dan berapa besar kadar polutan dalam
limbah cair ternak dapat diminimisasi. Data yang dikumpulkan meliputi
proses daur hidup sistem usaha peternakan, sistem pengelolaan limbahnya
dan karateristik limbah cair sapi perah. Contoh air diambil sebanyak
tiga kali dan dianalisis di Lab. Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Solo dan dibandingkan
dengan baku mutu limbah cair. Hasil penelitian menunjukkan daur hidup
sistem usahatani yang dilakukan mampu meningkatkan keuntungan bagi
sistem tersebut (B/C Ratio >1) dan mengurangi limbah yang terbuang ke
lingkungan. Hasil analisis kualitas air adalah Derajat Keasaman (pH) =
7,25; Total Dissolved Suspention (TDS) = 804 mg/L; Total Solid
Suspention (TSS) = 356 mg/L; Chemistry Oxigen Demand (COD) = 483 mg/L;
Biology Oxigen Demand (BOD) = 240 mg/L; Nitrit = 0,003 mg/L; Nitrat =
0,09 mg/L; NH3-N = 0,39 mg/L; H2S = 0,54 mg/L. Kadar polutan dalam
limbah cair tersebut semuanya masih berada di bawah baku mutu limbah
cair maksimum yang diperbolehkan. Kata kunci : usaha peternakan sapi
perah, limbah, produksi bersih, Solo.
PENDAHULUAN
Usaha
peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan
relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan
(SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha peternakan
yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di
Indonesia terus meningkat dari 334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi
368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang dihasilkan pun akan semakin
banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat
menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari. Limbah
peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu
kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas,
ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Ditambahkan oleh Soehadji (1992),
limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang
bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang
berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang
mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua
limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau
urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua
limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Menurut Juheini
(1999), sebanyak 56,67 persen peternak sapi perah membuang limbah ke
badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas peternakan, terutama berasal
dari limbah yang dikeluarkan oleh ternak yaitu feses, urine, sisa pakan,
dan air sisa pembersihan ternak dan kandang (Charles, 1991; Prasetyo et
al., 1993). Adanya pencemaran oleh limbah peternakan sapi sering
menimbulkan berbagai protes dari kalangan masyarakat sekitarnya,
terutama rasa gatal ketika menggunakan air sungai yang tercemar, di
samping bau yang sangat menyengat. Pengelolaan limbah yang kurang baik
akan menjadi masalah serius pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya
bila limbah ini dikelola dengan baik dapat memberikan nilai tambah.
Salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah mengintegrasikan usaha
tersebut dengan beberapa usaha lainnya, seperti penggunaan suplemen pada
pakan, usaha pembuatan kompos, budidaya ikan, budidaya padi sawah,
sehingga menjadi suatu sistem yang saling sinergis. Upaya memadukan
tanaman, ternak dan ikan di lahan per-tanian memiliki manfaat ekologis
dan ekonomis. Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian merupakan
interaksi di antara berbagai faktor yang ada dalam sistem usahatani.
Sebagai upaya bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan teknologi
alternatif untuk memperbaiki produkti-vitas lahan dan meningkatkan
pendapatan petani, antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan
yang menerapkan konsep produksi bersih. Bapedal (1998) menyatakan bahwa
produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan terus menerus pada
proses produksi dan praproduksi, sehingga mengurangi risiko terhadap
manusia dan lingkungan. Produksi bersih tidak hanya menyangkut proses
produksi, tetapi juga menyangkut pengelolaan seluruh daur hidup
produksi, yang dimulai dari pengadaan bahan baku dan pendukung, proses
dan operasi, hasil produksi dan limbahnya sampai ke distribusi serta
konsumsi. Semua industri di seluruh dunia semakin menyadari keuntungan
yang dapat diperoleh dari produksi bersih dan mereka telah mengembangkan
program tersebut di perusahaannya. Strategi produksi bersih yang telah
diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam
mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan
Bapedal (1998), antara lain a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih
efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan
pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media
yang lain; d).
Mengurangi
terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; e).
Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari biaya pembersihan
lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di
pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel
dan sukarela. Berdasarkan permasalahan dan konsep produksi tersebut,
maka penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
manfaat daur hidup sistem usahatani tersebut dan mengetahui berapa besar
zat pencemar yang dihasilkan dapat diminimisasi. Hasil penelitian
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang sistem usaha peternakan
yang menerapkan produksi bersih, sekaligus sebagai informasi dan masukan
bagi pemerintah dan swasta dalam pengembangan sistem usaha peternakan
yang ramah lingkungan.
METODE PENELITIAN
Kerangka
Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.
Berdasarkan kerangka pikir tersebut tampak bahwa salah satu kegiatan
yang dilakukan oleh CV. LHM, Solo dalam sistem usaha peternakannya
adalah penambahan probiotik starbio pada pakan sebelum diberikan kepada
sapi perah. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan analisis terhadap sistem
tersebut, yaitu dengan melihat kualitas limbah usaha peternakan sapi
perah di CV. LHM, Solo. Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini
terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data sampel
air untuk mengukur kadar polutan yang
terkandung
dalam limbah cair sapi perah. Sampel air ini diambil tiga kali sebulan
pada keluaran bak sedimentasi 1, II, dan III (Gambar 2). Parameter
kualitas air dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 1, sedangkan
Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA, UNS, Solo.
Tahap-tahap sistem pengelolaan limbah pada CV. Lembah Hijau Multifarm,
Solo (Gambar 2), yaitu : (1) Penambahan starbio (bioaktivator) pada
pakan sapi, sehingga mikroorganisme yang ada dalam starbio akan
menguraikan protein, karbohidrat dan lemak yang ada dalam pakan dengan
sempurna, sehingga mudah diserap dan dicerna oleh ternak; (2) Proses
sedimentasi awal (Bak I), merupakan pengelolaan secara fisik. Dengan
proses ini diharapkan terjadi pemisahan antara limbah padat dan limbah
cair; (3) Limbah, kemudian dialirkan ke Bak II. Pada bak ini limbah akan
mengalami proses sedimentasi ke-2 yaitu proses sedimentasi yang
waktunya diperpanjang (Extended Aeration); (4) Selanjutnya limbah
ditampung pada Bak III. Bak ini ditanami dengan eceng gondok (Eichornia
crassipes) untuk membantu menguraikan limbah cair tersebut, sehingga
mengurangi zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair; dan (5) Akhirnya
limbah padat yang sudah mengendap diangkat ke atas pelataran dan
dibiarkan mengering. Selanjutnya diangkut ke tempat pengomposan untuk
diproses menjadi pupuk organik/kompos. Data sekunder berupa manajemen
usaha ternak, usaha budidaya padi sawah, budidaya ikan dan proses
penanganan limbah ternak, yang akan digunakan untuk melihat berapa besar
manfaat sistem usaha peternakan dengan pendekatan konsep produksi
bersih yang dilakukan. Data ini diperoleh dari CV, Lembah Hijau
Multifarm yang berlokasi di Desa Triyagan Kec, Mojolaban Kab. Sukoharjo,
Solo-Jawa Tengah yang disertai wawancara dengan manajer dan staf
perusahaan.
Analisis DataAnalisis yang digunakan dalam peneltian ini
adalah analisis komparatif, yaitu dengan membandingkan parameter
kualitas air limbah yang diperoleh dengan baku mutu limbah yang telah
ditetapkan (KEP-51/MENLH/10/1995). Selanjutnya data ditabulasi sesuai
dengan tujuan penelitian dan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan
untuk melihat manfaat ekonomi sistem usaha peternakan, maka dilakukan
analisis ekonomi usahatani, yaitu analisis B/C Ratio.HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses
Produksi dalam Usaha Peternakan Sapi Perah Proses produksi dimulai
dengan sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih
dengan harapan agar kegiatan tersebut ramah lingkungan (Gambar 3). Bagan
alir tersebut menunjukkan bahwa semua produk yang dihasilkan oleh
perusahaan seperti daging (sapi apkir), susu, feces, urine, sisa pakan,
pupuk organik, ikan, dan eceng gondok (Eichornia crassipes) dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk masing-masing cabang usahatani dan
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Limbah-limbah yang
dihasilkan, baik limbah padat maupun cair dapat dimanfaatkan kembali
melalui proses daur ulang. Limbah padat diproses menjadi pupuk organik
(Fine Compost) yang dimanfaatkan untuk tanaman di persawahan ataupun di
lahan kering, sehingga lahan, di samping hasil utama berupa padi dan
palawija, juga menghasilkan jerami yang dimanfaatkan sebagai pakan sapi.
Kolam ikan, di samping menghasilkan ikan, juga menghasilkan lumpur
kolam untuk bahan pembuatan kompos. Dengan demikian tidak ada limbah
yang terbuang langsung ke lingkungan.
Analisis Karakteristik Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah
Hasil
analisis karakteristik limbah cair pada keluaran masing-masing bak (I,
II dan III) menunjukkan bahwa hampir semua parameter kualitas limbah
yang diamati mengalami penurunan yang cukup signifikan (Tabel 2). Hasil
pemeriksaan kualitas limbah cari sapi perah di CV. Lembah Hijau
Multifarm, Solo terutama pada bak III (Bak Pengelolaan akhir)
menunjukkan bahwa pH, TDS, Nitrit & Nitrat masih berada di bawah
baku mutu limbah cair golongan I. NH3-N masih berada di bawah baku mutu
limbah cair golongan II. Sedangkan TSS, BOD, COD, & H2S (Tabel 2)
masih berada di
bawah
baku mutu limbah cair golongan IV. Hal ini sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup : KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku
mutu limbah cair. Hal ini berarti kualitas limbah cair sapi perah
tersebut relatif masih baik dan belum mencemari lingkungan, karena belum
melewati batas maksimum yang diperbolehkan.
Hasil
tersebut, dikarenakan adanya sistem usahatani terpadu dengan penerapan
produksi bersih, penambahan suplemen starbio pada pakan, sistem
manajemen pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses produksi
maupun di akhir produksi, penanaman eceng gondok (Eichornia crassipes)
pada bak pengelolaan akhir (III) cukup berperan dalam meminimisasi beban
pencemaran yang ada. Kemampuan tanaman eceng gondok untuk menyerap
senyawa kimia dalam air tidak terlepas dari aspek fisiologis tumbuhan
itu sendiri. Hasil analisis tersebut, juga sejalan dengan penelitian
Salundik (1998) yang menyatakan bahwa eceng gondok dapat menurunkan
beban pencemaran dalam limbah cair ternak. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa pengelolaan limbah cair dengan sistem sedimentasi yang
diintegrasikan dengan usaha lainnya dan penggunaan enceng gondok sebagai
penyaring biologis cukup efektif dalam meminimisasi beban pencemaran
yang ditimbulkan oleh usaha peternakan sapi perah.Keragaan analisis
ekonomi dari masingmasing usahatani yang dilakukan dalam sistem
usahatani terpadu di CV. LHM tersaji dalam Tabel 3. Analisis ekonomi
tersebut memberikan keuntungan yang cukup signifikan, karena mempunyai
B/C ratio yang lebih besar dari satu. B/C Ratio terkecil diperoleh pada
usaha budidaya padi sawah yang berarti keuntungan yang diperoleh dari
usaha ini relatif kecil, jika dibandingkan dengan usaha lainnya. Tetapi
hal ini dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh dari usaha
lainnya, yang keuntungannya relatif lebih besar. Sedangkan B/C ratio
terbesar diperoleh pada usaha pembuatan starbio yang berarti keuntungan
yang diperoleh dari usaha ini relatif besar, jika dibandingkan dengan
usaha lainnya, ini dapat digunakan untuk menambah keuntungan usaha
lainnya yang relatif kecil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Sudaryanto dan Jamal (2000) yang menyebutkan bahwa penggunaan sumberdaya
pertanian yang optimum lebih mudah dicapai melalui diversifikasi
cabang-cabang usahatani yang dilaksanakan secara terpadu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Sistem pengelolaan limbah mulai dari awal produksi, proses produksi dan
akhir produksi dapat memberikan nilai tambah bagi limbah pertanian,
sehingga limbah tersebut dapat dimanfaaatkan oleh masing-masing
usahatani yang ada.
2. Sistem pengelolaan limbah
yang dilakukan dapat menurunkan konsentrasi Total Solid Suspension
(TSS): 26,60 persen, Chemistry Oxygen Demand (COD): 83,33 persen, Nitrit
: 57,14 persen dan H2S : 54,15 persen.
3.
Kualitas limbah cair sapi perah di CV. Lembah Hijau Multifarm, Solo
relatif masih baik, artinya belum melewati batas maksimum yang
diperbolehkan.
4. Hasil analisis ekonomi
menunjukkan bahwa sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep
produksi bersih dapat memberikan keuntungan yang cukup signifikan,
karena mempunyai B/C Ratio yang lebih besar dari satu.
Saran
1.
Sistem Usaha Peternakan dengan penerapan produksi bersih, seperti yang
dilakukan oleh CV. LHM dapat dijadikan acuan bagi usaha peternakan
lainnya, termasuk bagi pengambil kebijakan atau pemerintah daerah dalam
upaya membentuk suatu usaha peternakan yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai skala usahatani yang optimal yang harus dilakukan,
sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pusat Statistik, 2001. Buku Statistik Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
BAPEDAL, 1998. Produksi Bersih di Indonesia. Laporan Tahunan. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Bapedal, 1998. Produksi Bersih di Indonesia. Laporan Tahunan. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.
Charles
RT dan Hariono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan
dan Pengelolaannya. Bull.FKH-UGM Vol. X: 2. Direktorat Pengembangan
Laboratorium Rujukan dan Pengelolaan Data, 1994. Standar Nasional
Indonesia : Pengujian Kualitas Air Sumber dan Limbah Cair. BAPEDAL.
Jakarta.
Juheini, N dan Sakryanu, KD. 1998.
Perencanaan Sistem Usahatani Terpadu dalam Menunjang Pembangunan
Pertanian yang Berkelanjutan : Kasus Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Jurnal Agro Ekonomi (JAE) Vol. 17 (1). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Balitbangtan. Deptan. Jakarta.
Prasetyo,
S dan Padmono, J. 1993. Alternatif Pengelolaan Limbah Cair dan Padat
RPH. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta.
Salundik,
1998. Pengolahan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah dengan Eceng
Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms). Tesis Program Pascasarjana
IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Soehadji,
1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan
dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Sudaryanto,
M. dan Jamal, E. 2000. Pengembangan Agribisnis Petemakan Melalui
Pendekatan "Corporate Farming" untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Nasional. Makalah Seminar Nasional Teknologi Petemakan dan Veteriner
dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan, Balitnak-Ciawi, 18-19
September 2002.
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1995. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair.
Surat
Keputusan Menteri Pertanian, 1991. SK. Mentan No. 273/Kpts/RC410/1991
tentang Batasan Usaha Peternakan yang harus Melakukan Evaluasi
Lingkungan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Source :
http://www.disnak.jabar.go.id/data/arsip/pengelolaan%20limbah%20cair.pdf
http://shantybio.transdigit.com/?Biology_-_Dasar_Pengolahan_Limbah:Pengelolaan_Limbah_Cair_Usaha_Peternakan_Sapi_Perah_Melalui_Penerapan_Konsep_Produksi_Bersih
http://shantybio.transdigit.com/?Biology_-_Dasar_Pengolahan_Limbah:Pengelolaan_Limbah_Cair_Usaha_Peternakan_Sapi_Perah_Melalui_Penerapan_Konsep_Produksi_Bersih
0 komentar:
Posting Komentar